Tuesday, February 9, 2016

Kehamilan Kedua

Kehamilan kedua, sama seperti kehamilan pertama, memiliki kenangan tersendiri.

Kehamilan kedua ini, saya lebih sering dirumah, tiduran, dan kecapekan. Berbeda dari kehamilan sebelumnya dimana saya sangat aktif dan bertenaga, naik tangga busway sambil setengah berlari di usia kehamilan mendekati sembilan bulan, merupakan hal yang biasa. Kali ini, naik tangga penyebranganan dengan pelan saja, saya sudah kecapekan dan ngos-ngosan. 

Kehamilan kedua, sama seperti kehamilan sebelumnya, merupakan suatu anugerah yang sangat disyukuri oleh saya, suami, dan seluruh keluarga besar. Kami bergembira karenanya.

Diusia kehamilan 7 bulan, sepulang dari Palembang mengunjungi orangtua, saat hendak tidur malam, saya meraba payudara saya. Sebagaimana pemeriksaan pribadi SADARI, saya meraba dengan tangan, kali ini sambil tiduran. Saya menemukan benjolan, saya terkejut. Jantung berdegup kencang. Saya raba ulang, dan saya tetap temukan benjolan itu lagi. Saya mencoba tenang dan tidur.

Bisakah saya tidur tenang? Tentu tidak! Bayangan mengerikan terpampang dalam otak saya. Saya tidak tahan lagi. Saya bangunkan suami saya sambil menangis. Suami saya pun meraba dan menemukan benjolan tersebut. Kami berusaha tenang, dan tidur kembali.

Selama dua minggu saya menyimpan perkara ini dalam hati saya. Saya berusaha berkativitas, namun pikiran mengenai benjolan sesekali masih muncul. Saya browsing dan curhat ke kenalan, hingga akhirnya saya putuskan untuk mantap menemui dokter bedah, sesuai saran dan surat rekomendasi dari dokter kandungan saya.

Hasil pemeriksaan pertama, dengan USD Payudara, di dokter pertama, menyatakan ada beberapa benjolan pada kedua payudara. Saya harus dioperasi enam minggu setelah melahirkan, dengan catataan saya tidak boleh memberikan ASI SAMA SEKALI kepada bayi saya. Air mata tak terbendung, saya berusaha menawar.

"Tiga hari saja, Dok, untuk ngasih kolostrum boleh dok?" Saya bertanya sambil berlinang air mata.

"Tidak bisa bu. Nanti saya sampaikan ke dokter kandungan perihal ini"

Rasanya saya tidak kuat, suami berusaha tenang. Kami urus pembayaran, mengambil copy USG, dan menuju parkiran. Di mobil, kami berdua menangis sesengukan. Tidak ada orang lain, hanya dua pribadi yang bersedih, menangis bersama. Kami berdoa. Apalagi yang kami punya selain doa?

Hari demi hari, saya menangis terus. Di kantor, dirumah, dimana saja. Baik menangis perlahan, maupun menangis berurai air mata tanpa peduli sedang dimana.

Keputusan berikutnya, kami mencoba mencari second opinion dan third opinion. Puji Tuhan, kedua dokter ini menyatakan, benjolan tidak ganas. Dokter kedua mengatakan, saya tetap boleh menyusui bayi, namun tetap harus dioperasi setelah enam minggu kehamilan, lalu dapat menyusui kembali setelah operasi. Mungkin seminggu saya akan stop menyusui karena proses operasi ini.

Dokter ketiga mengatakan, benjolan tidak ganas. FAM Payudara. Saya bisa menunda operasi, bisa dioperasi saat saya siap, dan operasi tidak urgent. Catatan, setelah dua bulan kelahiran, saya harus di periksa ulang, USG ulang.

Kebahagiaan dan kelegaan meliputi saya, suami, dan keluarga besar.  Jujur, tidak lega dalam arti lega tanpa beban lagi. Saya masih khawatir karena belum dioperasi, belum tahu secara pasti hasil pemeriksaan benjolannya. Namun saya berusaha positif, memulai gaya hidup sehat, dan menaruh pengharapan. Saya dan suami, berdoa.

Di usia kehamilan, dengan begitu khawatir, takut, cemas, sedih, saya ambil pilihan untuk berani, berdoa dan berpengharapan. Saya mulai food combining, yang menurut orang, merupakan gaya hidup sehat, karena bayak makan makanan alami tanpa olahan (pagi sampai siang hari hanya boleh makan buah segar). Saya coba hindari konsumsi daging. Saya tanamkan tekad untuk secepatnya menabung ASIP, segera setelah melahirkan untuk bekal saat saya operasi.

Sampai tibalah saat membahagiakan itu, kelahiran bayi perempuan cantik, melalui proses melahirkan normal dengan induksi. Setelah melewati masa kesakitan dan berteriak sekencang-kencangnya, bayi perempuan kecil itu lahir dengan berat 3.500 gram.

Kami memberinya nama Anessa Gaby Adrienne Nadja Situmorang. Anak Johanes dan Melsa, yang pemberani dan berpengharapan dalam doa. Nama yang melukiskan proses kehamilan yang berani dan penuh harapan. Nama yang juga merupakan doa, agar anak kami ini pun menjadi anak yang berani dan berpengharapan kepada Tuhan.

Puji Tuhan, saat saya menulis ini, ia berusia empat bulan lebih, dan masih full minum ASI. Stok simpanan ASIP pun mengisi penuh freezer ASIP, dan freezer kulkas. Kuasa Tuhan melingkupi saya, dan untuk kesekian kalinya menegaskan bahwa, Dia yang take control, in charge, dan mengatur kehidupan saya.

Beberapa bulan mendatang, saya akan kembali melakukan USG payudara. Saya berharap semua hasilnya baik. Untuk wanita di luar sana, marilah rajin melakukan SADARI, jika menemukan benjolan, hadapi dengan keberanian dan tenang, serta lakukan pemeriksaan ke beberapa dokter. 

No comments:

Post a Comment