Saturday, November 28, 2009

Lost in Space

Lost in Space by Light House Family





Sometimes, I get tired of this first attitude


You are the one thing, that keeps me smiling


That's why I'm always wishing hard for you


'Cos your life shines so bright


I don't feel no solitude


You are my first, star at night


I'd be lost in space without you





And I'll never lose my faith in you


How will I ever get to heaven, if I do






Feels, just so fine


When we touch the sky me and you


This is my idea of heaven


Why can't it always be so good


But it's alright, I know you’re out there


Doing what you've gotta do


You are my soul satellite


I'd be lost in space without you





And I'll never lose my faith in you


How will I ever get to heaven, if I do






I'll never lose my faith in you


I'll never lose my faith in you








Beberapa hari terakhir lagu ini menjadi lagu favorit saya. Bukan lagu baru memang. Sudah beberapa tahun yang lalu keluar lagu ini. Pas awal-awal keluar saya sih sudah suka sama lagu ini. Saat itu saya mengira lagu ini sama seperti lagu bernuansa romantis pada umumnya, yaitu perasaan seseorang terhadap kekasihnya. Tapi berhubung waktu itu saya cuma sebatas suka saja, jadi saya ga terlalu concern ke liriknya. Sampai suatu hari, tepatnya sekitar dua minggu yang lalu, teman sekantor saya bilang, ”Mel lo tau lagunya Lost in Space-nya Light House Family ga?”


Saya menjawab : ”iya tau. Kenapa?”


Dia : ”Katanya itu lagu rohani ya?”


Saya: ”Hah? Iya gitu?”


Dia :”Iya. Denger aja liriknya...”





Saat itu saya ga berminat lebih lanjut untuk mendengarkan liriknya lebih dalam. Saya lagi sibuk sama kerjaan yang menumpuk. Kira-kira minggu lalu, saya tiba-tiba ingat percakapan saya dengan teman saya itu. Saya pun memutar lagu tersebut. Saya mencoba mendengarkan liriknya.



Voila !! ­I got it. Saya merasa liriknya dalam sekali. Terlebih kalau saya ganti you-nya menjadi You. Kalau diterjemahkan secara kasar menjadi seperti ini:


Saat aku lelah dengan hidupku, Kau-lah satu-satunya yang tetap membuat aku tersenyum. Karena itulah aku benar-benar berharap pada-Mu.


Kaulah yang pertama, Kaulah Bintang di malam hari, dan Kau membuatku takkan pernah merasa sendiri. Dan aku pasti tersesat tanpa-Mu..


Aku kan menaruh kepercayaanku pada-Mu selalu. Selalu dan takkan pernah luntur. Dan jika nanti kerpercayaanku itu luntur, bagaimanakah aku kan sampai ke Surga?


Akan sangat indah jika Kau dan aku terbang ke langit diatas sana. Namun mengapa kenyataanya ga semudah itu ya?


Hmmm tapi ga papa. Aku tau kok, Engkau ada di sana, melakukan yang memang seharusnya Kau lakukan. Oh Kau-lah satelit jiwaku. Aku kan tersesat tanpa-Mu..



Beughhh,, dalam sekali... It touched me so deep. Hiksss,, sempat terharu.. Ga bisa kasi komen apa-apa. Lagu ini udah mengatakan semua yang saya mau katakan. Keren !!! Anyway,, jadi sebenarnya lagu ini beneran lagu rohani bukan yaaaa???


Saturday, November 21, 2009

Mon Pere

Mon père merupakan bahasa prancis yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi “ayah saya”. Di notes ini saya menyebutnya ‘bapak’, karena demikianlah saya memanggil beliau.

Tanggal 20 Desember 2009 nanti bapak saya genap berusia 55 tahun. Hal ini berarti bahwa beliau resmi memasuki masa pensiun terhitung tanggal tersebut. Usia 55 tahun telah membuat beliau menjadi sosok yang sangat saya kagumi. Kalau saya flash back kira-kira 18 tahun lalu, saat saya berusia lima tahun, saya masih ingat betul keadaan keluarga saya yang belum seperti sekarang. Waktu itu kami masih tinggal di Jl. Tanjung Raja No. 47, Kenten, Palembang. Rumah saya belum berlantai keramik. Masih semen biasa. Ya semen hitam! Bapak saya juga masih tergolong pegawai rendahan saat itu. Yang saya tahu, saya dan keluarga hidup sangat bahagia saat itu (semoga sampai selamanya bahagia…). Saat itu berarti bapak saya masih berusia 37 tahun. Umur yang bisa dibilang masih relatif muda. Namun beliau sudah menunjukkan tanggung jawabnya yang besar bagi kami sekeluarga.

Mama saya waktu itu masih meneruskan kuliahnya ke jenjang S1 dan mengambil kuliah dari sore sampai malam hari. Rutinitas kami dulu begini : Pagi hari, saya dan kakak saya, Reni, diantar sekolah oleh Bapak naik vespa. Kami bonceng tiga dan biasanya saya yang duduk ditengah. Tangan kecil saya memegang erat pinggang bapak yang kokoh. Dan kalau ternyata hari lagi hujan maka bapak akan memakai jas hujan birunya yang besar untuk menaungi dirinya, saya, dan kakak saya sekaligus. Kalau sudah begitu, saya dan kakak saya tidak bisa melihat jalanan dan tahu-tahu kami sudah sampai di sekolah saja. Lucu juga kalau mengenang masa itu. Siang harinya saya dan kakak saya pulang sekolah bersama. Lalu kami menghabiskan hari bersama mama sampai sore hari.

Saat hari sudah mulai sore, mama harus berangkat kuliah. Dan saat inilah Bapak mengambil peran mengurusi anak-anaknya. Seperti anak-anak lainnya, saya dan kakak saya senang sekali main bersama anak-anak tetangga seumuran kami sampai maghrib. Dan jika sudah maghrib, bapak saya memanggil saya dan kakak saya untuk pulang dan mandi serta makan malam. Saya ingat juga bagaimana Bapak saya yang sifatnya pembersih itu sering sekali membersihkan telinga saya sore-sore. Jika kegiatan itu berlangsung, saya pasti berada dalam posisi tiduran di pangkuan Bapak. Ohya Bapak juga punya kebiasaan menggunting kuku anak-anaknya yang juga biasa dilakukan di sore hari setelah Beliau pulang kerja .Hmmmm,, saya jadi kangen beliau …

Di jaman saya SD,, saya termasuk anak yang aktif dan keras kepala. Keras kepala ini saya yakin sekali saya dapat dari Bapak saya. Saya senang sekali bermain dan sedikit enggan belajar. Hal ini semakin parah karena kakak saya, Kak Reny, merupakan anak yang kalem dan selalu meraih juara satu di sekolah. Makin “kebanting” lah saya. Bapak saya sering marah sama saya dan akibatnya saban sore Beliau suka memanggil saya untuk berdiri di hadapannya dan menyuruh saya menyebutkan dan mengulang kembali pelajaran saya di sekolah. Paling sering sih, saya disuruh mengucapkan perkalian satu sampai sepuluh. Jika saya tidak bisa, Beliau biasanya menjadi marah besar…

Sikap keras kepala antara saya dan Bapak saya membuat kami sama-sama suka berselisih karena kami saling teguh membela ide kami masing-masing. Akibatnya semasa kecil, saya sedikit merasa ada jarak dengan Beliau. Bukan dalam konotasi bermusuhan atau konotasi jelek lainnya. Kami hanya menjadi “kurang mesra” saja. Berbeda dengan hubungan saya dengan mama yang sangat akrab bahkan sering becanda dan ”gokil bareng.” Tapi satu hal yang pasti, saya menyayangi Bapak saya sama seperti saya menyayangi Mama saya. Walaupun kami sering kukuh mempertahankan pemikiran kami masing-masing, namun tak jarang Beliau akhirnya mengalah demi saya dan menuruti pemikiran dan keinginan saya yang terkadang ‘sedikit’ menyusahkan dan mungkin menjengkelkan buatnya.

Cerita berlanjut sampai kira-kira sembilan tahun lalu saat saya SMP. Saya tidur satu kamar dengan kak Reny. Seperti biasa, kalau dua perempuan yang seumuran bersama, pasti bawaannya heboh cerita-cerita. Mulai dari cerita seputar sekolah, cerita gosip, cerita cowok ganteng di sekolah (saya kan satu sekolah sama kakak saya. Cuma beda satu tahun saja), sampai ke cerita-cerita lain yang menurut kami enak buat diomongin. Tidak jarang kami tidur larut karena asyik cerita dan ketawa-ketawa. Dan akibatnya kami sering dimarahin mama dan bapak dan disuruh untuk segera tidur. Tapi pernah suatu malam saya susah tidur. Malam itu saya ingat betul saya mendengar suara pintu kamar saya dibuka. Dan saya sempat mengintip yang membuka pintu adalah Bapak saya. Beliau melakukan suatu hal kecil yang membuat saya tersentuh. Beliau menyelimuti saya lalu mengusap rambut saya dengan lembut kemudian keluar dari kamar. Kejadian itu benar-benar membuat saya menyadari bahwa saya memiliki Bapak yang benar-benar sayang sama saya.

Selanjutnya di bulan Juli kemarin saat saya pulang ke Palembang untuk liburan. Di malam terakhir sebelum saya pulang ke Jakarta, Bapak sempat memimpin doa makan malam dan menyebutkan suatu kalimat yang menurut saya adalah suatu kalimat yang paling indah yang saya dengar dari Beliau. Tidak perlu saya beritahu apa perkataan beliau dalam doa itu. Yang pasti saya merasa sangat tersentuh mendengar doanya sampai-sampai saya harus berusaha sebisa saya menghapus air mata saya sebelum doa yg diucapkan Bapak selesai atau saya akan ke-gap sedang menangis.

Sekarang ini fisik Bapak memang tidak setangguh dulu. Ia kini mulai terenggus usia. Dua tahun belakangan Bapak mulai rutin control ke Rumah Sakit Harapan Kita. Bapak juga mulai berpantang untuk beberapa kegemarannya seperti rokok (kalau masalah ini, Bapak masih suka bandel bahkan masih suka curi-curi menghisap rokok) dan makanan-makanan berlemak. Namun jiwanya masih sebening embun. Ia masih sama seperti Bapak saya dua puluh tahun lalu yang mengajari saya mengenai kesederhanaan, tanggung jawab, kepasrahan kepada Tuhan, dan pengorbanan. Dia akan tetap gagah di mata saya saat ini dan sampai kapan pun. Dia akan tetap menjadi lelaki yang sempurna di mata saya sampai kapan pun.


Saya tahu beliau telah berjuang begitu keras untuk saya dan keluarga. Saya yakin beliau pasti pernah menangis di balik bahunya yang kokoh itu. Dan setiap kali saya membayangkan ini, saya hanya mampu jadi terharu dan merasa sangat bersyukur. Saat ini yang benar-benar ingin saya lakukan adalah mencetak notes saya ini, memasukkannya ke dalam amplop, dan memberikannya langsung kepadanya. Saya ingin memeluk beliau dan mencium beliau sambil merasakan bekas cukurnya yang agak kasar saat pipi saya menyentuh pipi Beliau.

Hmm,, sebelum saya menyudahi notes saya ini, saya hanya mau bilang kepada semuanya yang membaca : kita sudah sepantasnya bersyukur memiliki seorang ayah yang tangguh dan mau berjuang demi keluarga kita! Kita sudah sepantasnya bersyukur, entah kita memiliki sosok ayah baik yang lemah lembut maupun keras hati! Karena kita tahu seperti apapun Bapak kita, merekalah yang telah nyata-nyata berjuang untuk kita dan mencintai kita tanpa pamrih .. Remercier, Mon Père... Je t ‘aime, Mon Père..

-untuk Bapak saya dan semua Bapak di bumi ini-
Vista Situmeang 21.11.09

Sunday, November 1, 2009

Dia bilang sayang padaku, tapi dia tidur dengan temanku


Saya ngga ngerti kenapa sih orang bisa dengan mudah melakukan dua atau lebih hal yang bertentangan. Seperti yang dilakukan oleh seorang laki-laki, yang namanya saya rasa tidak etis kalau saya sebutkan, kepada saya. Sebut saja namanya Arif (walaupun tingkah lakunya ga arif sama sekali).

Si Arif ini merupakan salah satu contoh nyata dimana seseorang bisa dengan mudah melakukan beberapa hal yang sangat bertentangan di waktu yang bersamaan. Arif dan saya baru saja saling mengenal dan lalu menjadi teman. Selang waktu yang singkat Arif mulai melakukan PDKT sama saya. Ya seperti halnya orang yang mulai melakukan PDKT, Arif pun menjadi intens berusaha mendekati saya. Dia jadi sering menawarkan diri untuk mengantar jemput saya, ngajak saya jalan, ngajak saya makan bareng, melontarkan pujian-pujian (yang menurut saya sekarang sih itu namanya gombal), menelepon saya, mengirim sms pada saya, dan lain-lain. Sampai suatu saat, Arif bilang sayang sama saya. Dia bilang dia memiliki perasaan spesial sama saya.
Waktu bergulir. Suatu hari saya melihat seorang teman saya, yang tidak perlu saya sebutkan nama aslinya, menangis tersedu-sedu. Sebut saja namanya Indah. Dia menangis sampai matanya bengkak. Sebagai seorang teman, saya pun tergerak untuk menghiburnya.

Saya : ”Indah, lo kenapa? Kenapa nangis sih? Sampe mata lo bengkak parah gitu..”
Indah : ”Ga papa, Mel..” Dia menjawab masih sambil mengucurkan air mata.

Saya jadi penasaran. Saya jadi tambah kasihan sama Indah. Ditambah saya tipe orang yang kalau sudah penasaran pengennya hasrat ingin tahu saya terpenuhi. Saya pun mulai melancarkan berbagai strategi untuk membuat Indah bercerita.

Saya : “Indah, cerita dong. Siapa tahu gue bisa bantu. Bla bla blabla.”

Akhirnya Indah berkata mengaku.
Indah: “Mel,, gue ML sama Arif. Gue tidur sama Arif.

Saya kaget. Well, Arif, apakah kamu sayang sama aku kalau kamu nyata-nyatanya tidur dengan temanku?

Kontan saya melontarkan pernyataan.
Saya : ”hah ?? lo bego banget sih, Indah?”
Indah: ”iya emang gue bego... blablabla.. Gue nyesel, mel...”
Saya : Beneran ya,, elo tuh bego banget. Bego!" Saya secara ga sadar jadi berteriak padanya.

Ya nasi sudah jadi bubur. Saya, Arif, maupun Indah ga bisa mengubah semua yg sudah terjadi.
Saya bingung dan bertanya-tanya. Kenapa sih orang bisa mudah banget melakukan dua hal yang kontras seperti ini secara bersamaan. Mungkin karena dia penipu! Mungkin karena dia brengsek! Mungkin karena dia bajingan! Mungkin karena dia ga punya perasaan! Menjijikkan! Kasihan! Sungguh saya sebenarnya kasihan banget sama sosok Arif! Seharusnya di usianya yang sekarang dia sudah punya jati diri yang dewasa. Thanks to myself, I'm smart enough not to fall in love with him lol!