Tuesday, January 15, 2013

ASI-ku


I'm a woman, try my best to give the best I can give for my kids, BREASTMILK...

Sejak dini, saya bertekad untuk memberikan ASI kepada anak saya, terutama ASI ekslusif selama enam bulan.

Well, waktu saya belum menikah, alias masih gadis, alias masih perawan, alias belum ada pengalaman mengenai hamil, melahirkan, dan membesarkan anak, saya udah sedikit-sedikit ter-informasi mengenai pemberian ASI. Minimal, sebagai manusia, makhluk mamamlia, kita semua tahu bahwa naturalnya ibu memberikan air susunya kepada anaknya.

Selanjutnya, ketika beranjak dewasa, belum menikah, namun sudah bekerja, saya melihat pemandangan teman sekerja saya yang memompa ASI untuk bayinya.

Lebih jauh lagi, ketika saya memiliki anak, saya memperoleh pengetahuan yang sangat berharga, bahwa ASI, Air Susu Ibu, yang berarti air susu saya sendiri, yang diproduksi oleh tubuh saya sendiri, merupakan sumber makanan minuman terbaik untuk saya. Saya mendapat pengetahuan bahwa, susu kaleng semahal apapun nutrisinya takkan mampu menyamai ASI saya dan ASI seluruh ibu di dunia ini.

Kembali ke kalimat saya yang sebelumnya, kita, manusia, memiliki siklus kehidupan natural dimana, ada saatnya ibu menyusui anaknya. Terus kalau itu natural, so pasti akan sangat "biasa" dong yahh?? Gak pake airmata, keringat, daya dan upaya, tekad kuat, dan perjuangan ya gak siihh??

Yupp.. Begitulah yang ada di pikiran saya diawal saya memiliki bayi.Bagaimana kenyataannya?

Kenyataanya proses menyusui memang membutuhkan perjuangan yang besar. Is it really true?

Iya. Disini saya mau sharing pengalaman menyusui saya.

Pagi yang indah itu merupakan peristiwa yang sangat manis, saat saya berhasil melahirkan anak pertama saya, dengan cara normal. Tak kalah indah saat dia perlahan dibaringkan di perut-payudara daya. Saya sentuh kulitnya... Mengharukan...
Selanjutnya,, beberapa jam kemudian, bayi saya yang sudah dibersihkan dan dipakaikan baju, diantarkan kepada saya. Waktunya menyusui... Tapi saya tidak langsung bisa melakukannya. Susah banget buat nyusuin. Tangan saya belum dapet posisi yg pas dan nyaman. Bayi pun jadi agak rewel dan sesi menyusui pun segera berakhir.

Kesokan harinya pun kejadian yang sama berulang. Saya belum bisa menyusui bayi saya dengan lancar. Tapi saya gak begitu khawatir karena kan, katanya bayi baru lahir bisa gak minum sampai 3 hari. Jadi saya pun gak begitu khawatir. Namun saya berinisiatif untuk memompa ASI saya dengan meminjam pompa dari pihak RS. DONE! 25 ml cairan bening yang disebut kolostrum terpompa dalam botol dan saya berikan ke suster untuk kemudian diberikan ke anak saya tersayang.

Hari ketiga, saya diperbolehkan meninggalkan RS. Sejak saat ini sampai tiga minggu kemudian saya kesulitan menyusui langsung bayi saya. Dalam tiga minggu, saya kira hanya lima kali dia menyusui saya langsung, sisanya dia minum ASI perah lewat dot. Akhirnya, bayi saya positif mengalami bingung puting. Dia menangis dan menolak menyusu langsung dari saya.

Bagaimanakah perasaan seorang ibu, yang dengan hati yang begitu penuh kasih mencoba menyusui bayinya, namun sang bayi menolak mentah-mentah sambil menangis kencang? Menangis sekuatnya sampai wajahnya merah? Ekspresi marah dan penolakan dari sang bayi yang begitu kentara, terasa sangat menyakitkan. Hati saya hancur. Air mata saya deras berlinang. Kesedihan itu rasanya begitu kejam menyiksa saya. Dan saya pun dengan penuh keikhlasan kembali memompa asi saya, menaruhnya dalam botol, dan memberikannya lewat dot kepada bayi saya.

Rasa iri mengetahui teman-teman saya bisa dengan bebas menyusui bayinya sambil mendekap, mengusap, dan mengajak bicara bayinya, begitu memenuhi benak saya. Belum lagi keletihan fisik karena harus mengejar stok ASI perah dengan memompa tak kenal waktu, tak kenal lelah, pada pagi, siang, sore, malam, subuh, seakan tak berhenti. Ditambah rasa sakit jahitan persalinan yang benar-benar terasa.. Komplit.. Tapi, puji Tuhan, sedetik pun tak pernah tersirat untuk memberikan setetes pun susu formula kepada bayi saya. Setiap hari, di dalam kamar yang tak seberapa luas, saya pompa asi, saya cuci-steril alat perah dan dot bolak-balik, saya nina bobo bayi saya dengan sayang, sambil diiringi tangisan tiada henti selalu hadir dalam hari-hari saya,  entah itu tangisan bayi ataupun tangisan saya sendiri dalam kesesakan dan kesusahan yang saya alami.
Tidak ada teman, karena saya cuti dan suami bekerja, serta orang tua berada jauh di Palembang. Hanya doa, hanya jeritan hati yang terdengar ditengah kamar itu karena rasa letih, rasa sedih, dan rasa sakit yang melanda sekaligus dan seperti tak kenal waktu.

Akhirnya saya pergi ke klinik laktasi untuk mengatasi bingung puting bayi saya. Saya benar-benar merasa tidak kuat untuk terus memompa dan mengurusi cuci steril perlengkapan menyusui terus-menerus yagn hampir tanpa istirahat. Konselor mengajari saya untuk membiasakan menyusui langsung walaupun sang bayi menolak, katanya kalau sang bayi masi menolak, berikan lewat sendok bukan dot! Sehingga sang bayi lupa bagaimana menghisap dot dan akhirnya mau menghisap puting saya, alias menyusui langsung. Saya turuti nasihat konselor, dan tak perlu saya cerita panjang lebar, akhirnya saya bisa menyusui langsung.

Sebagaimana ibu lain, yang merasakan sakitnya didigit saat menyusi sampai lecet, saya juga merasakannya. Jatuh dari motor dan kemudian lutut lecet terasa perih? Belum ada apa-apanya dibandingkan rasa sakit saat puting digigit.  Karena saraf sensitif pada puting jauh lebih banyak dari dengkul :) Namun tak mengapa karena saya sudah bisa menyusui langsung. Rasa capek mulai berkurang karena saya gak perlu repot-repot kejar stok asi perah dan cuci-steril perlengkapan. :) Belum lagi saya bisa puas mendekap, membelai, dan mengajak bicara sambil bernyayi untuk anak kesayangan saya sambil memberikan ASI segar.. SEMPURNA !!!

Ending yang indah sampai disana? TIDAK!

Gak lama kemudian, anak saya terkena kolik. Setiap malam, tanpa alasan dia menangis sangat kencang, berteriak-teriak tanpa arah ambil menendang-nendang sampai pusernya sedikit keluar, perut menjadi kencang, dan tubuh-wajah menjadi merah. Bukan untuk lima atau sepuluh menit, namun bisa sampai satu setengah sampai dua setengah jam. Orang-orang ada yang mengatakan kalau bayi saya "diganggu". Dokter mengatakan kalau anak saya menderita kolik, yang memang belum ada obat yang bisa menyembuhkan, bukan "diganggu". Dokter menyarankan untuk bersabar karena ada saatnya (biasanya pada usia tiga bulan), kolik akan berhenti dengan sendirinya.

Apalagi ini? Belum cukupkah yang saya rasakan sebelumnya?

Dalam doa setiap hari saya berkata kira-kira demikian: " Tuhan, saya tidak tahu apa yang dirasakan oleh bayi saya. Namaun Engkau tahu, dan Engkau bisa memberikan ketenangan kepada-Nya. Berkati dia dan berikan ketenangan dan sukacita kepadanya. Hentikan tangisnya. Amin"

Ohya, di waktu-waktu kemudiannya tangisan "menular" ke siang hari.. Beberapa kali, akhirnya saya menyerah dan menelepon suami saya untuk pulang menemani saya karena saya merasa sudah tidak kuat lagi :'(

Berdoa, berserah, menangis... Tanpa mama yang mendampingi.. Hanya beberapa kali mama datang ke Jakarta karena saya merasa tidak kuat sendiri. Namun karena mama masih bekerja dan harus mengurus keluarga saya yang masih di Palembang, saya sebisa mungkin menahan rasa itu sendiri. Sekuat tenaga saya berjuang sendiri...

Dalam masa-masa sulit seperti ini, saya kembali dilanda keletihan yang luar biasa karena setiap malam harus mengendong dan mencoba menenangkan tangis anak saya, setiap malam, dalam waktu yang tidak sebentar. Dan, seperti kasus sebelumnya, saya masih merasakan rasa sakit jahitan persalinan... Dan diwaktu seperti ini, kembali komitmen saya untuk memberi ASI ekslusif enam bulan kepada bayi saya terkasih, diuji. Dari kiri-kanan, muncul komentar-komentar pedas dan menyakitkan. "ASI nya sedikit tuh karena ibunya kecil." Atu komen lain: "Kuah tetek nya kurang itu makanya nangis terus bayinya." Ada juga beberapa yg bilang "ASI kamu gak cukup tuh. Coba kasih susu formula dan buah supaya anak kenyang dan bisa beristirahat terus mamanya bisa tidur juga (seperti anak-anak mereka yang langsung anteng ketika diberikan sufor ataupun makanan tambahan.. Menyakitkan sekaligus sangat menggiurkan juga kan tawarannya ?? )"

Mewek lagi. Sakit hati lagi. Nangis bombay lagi. Namun kali ini, saya agak goyah dengan tawaran yg kataya bisa bikin anak anteng sehingga ibu dan bayi bisa istirahat... Namun saya kokohkan kembali tekad saya. Saya tanamkan hal-hal berikut kepada diri saya:
1. Sufor gak bisa menandingi kehebatan dan manfaat ASI saya.
2. Selama bayi saya dikatakan sehat dengan tumbuh kembang yang baik oleh dokter, maka TIDAK BENAR kalau mereka bilang ASI saya kurang, tidak cukup, dll.
3. Tawaran yang menggiurkan agar anteng dan saya bisa istirahat, NO !! Saya pikir, ada waktunya dimana saya bisa istirahat, yaitu saat kewajiban ASI eklusif sudah selesai. Saya tidak boleh egois!!
4. Saya berpedoman "tutup kuping ke orang lain dan hanya buka kuping kepada bayi saya !"
5. Terimakasih kepada mama saya, yang selalu memberikan kekuatan walaupun berada diluar jauh diluar kota.
Saat saya bercerita kepada mama saya kalau saya merasakan kecapekan luar biasa dan sedih mengingat anak saya yang terus-terusan rewel dan menangis kencang, padahal bayi teman-teman saya semua anteng, beliau dengan begitu bijaksana mengatakan "Gak boleh bilang capek. Lagian biarkan anak mereka anteng.. Itukan anak mereka bukan anak kamu. Jangan bandingkan anakmu dengan anak-anak lainnya."
6. Terimakasih kepada teman-teman dan kerabat yang sharing betapa mereka juga berjuang dalam memberikan ASI kepada anak mereka. Ada yg bilang tetap berjuang ASI walaupun sedang proses cerai, tetap berjuang ASI, walaupun dikatain ASI-nya gak enak karena anaknya muntah sehabis nenen, ada yg dicemooh pas mompa ASI dikantor, dll.
7. Last but not least, berdoa. Apalagi kekuatan kita kalau bukan dari Tuhan :)

Puji Tuhan banget, datanglah saat yang dinantikan itu. Bayi saya sembuh koliknya. Dia bisa tenang dan anteng dan tetap mendapatkan ASI sebagai haknya.

Buat para ibu, dan calon ibu, juga pihak-pihak yang berperan dalam pemberian ASI ekslusif (suami, nenek/kakek, dan lainnya), mari bersama saling memberikan dukungan pemberian ASI eklusif demi anak/cucu/generasi kita yang sehat! Jangan malah bikin ibu down yahhhh. Lebih baik lagi kalau ikutan berjuang dalam pemberian ASI ekslusif, karena memang itu merupakan hal yang butuh perjuangan bukan hal yang sepele dan mudah :)